Pebisnis juga sering
bertanya atau mendiskusikan mengenai rasio likuiditas. Bagaimana kita
menghitung dan memahami rasio ini? Rasio ini menyatakan seberapa besar
kecepatan atau kemampuan aset lancar yang dimiliki bisa membayar utang yang
akan jatuh tempo secepatnya.
Adapun rasio merupakan hasil
bagi dari alat bayar (aset) yang lancar dengan utang lancar yang dimiliki
usaha. Aset lancar yang dimasukkan dalam kasus ini selalu dikaitkan dengan umur
dari aset yang dimiliki bisnis dan umumnya kurang dari satu tahun umurnya.
Rasio likuiditas ini bisa dilakukan dengan dua pendekatan rasio lancar (current
ratio) dan rasio tunai (quick ratio).
Perbedaan kedua rasio hanya
terletak pada numerator (bagian atas). Pada rasio tunai maka bagian atasnya
harus mengeluarkan nilai persediaan dan termasuk aset yang bisa cepat ditukar
dengan uang tunai serta tagihan bisnis, sedangkan pada rasio lancar semua aset
yang berumur kurang dari satu tahun. Artinya, rasio tunai selalu lebih kecil
dari rasio lancar. Rasio ini sama nilainya bila bisnis yang dijalankan tidak
mempunyai aset lancar selain uang tunai. Sementara numerator dari rasio ini
adalah utang yang berumur kurang dari satu tahun.
Aset lancar bisa
dikelompokkan dari berbagai item yang termasuk dalam aset tersebut. Uang tunai
merupakan yang paling utama dalam aset lancar karena bisa secara langsung
membayar kewajiban yang jatuh tempo secepatnya. Kemudian diikuti dengan
rekening surat berharga dan rekening ini merupakan item yang bisa secepatnya
diubah ke tunai dan langsung membayar utang yang jatuh tempo.
Piutang usaha juga menjadi
aset yang berumur kurang dari satu tahun, walaupun ada piutang yang dibayar
lebih dari satu tahun. Sifat dari piutang ini sebenarnya jangka pendek karena
kebiasaan perusahaan membuat penagihan tidak boleh lebih dari dua bulan. Item
berikutnya yaitu persediaan bila perusahaan merupakan perusahaan dagang atau
juga perusahaan manufaktur. Pajak yang dibayar dimuka dan biaya lain yang juga
dibayar dimuka merupakan item dari aset lancar ini.
Utang yang berumur kurang
dari satu tahun sangat bervariasi yaitu utang pinjaman yang berbunga seperti
dari bank, perusahaan pembiayaan dan utang jangka panjang yang jatuh tempo
dalam satu tahun. Utang pajak yang belum terbayar masih juga ikut dalam
perhitungan ini. Pendapatan bisnis yang diterima dimuka karena belum dikerjakan
dan akan dikerjakan dalam waktu secepatnya juga dimasukkan dalam perhitungan
utang ini. Utang kepada penyedia bahan baku yang dipergunakan perusahaan juga
termasuk dalam utang ini. Ada juga gaji yang belum terbayar karena belum
waktunya, tetapi harus dibayar dalam setahun juga dimasukkan dalam utang ini.
Contoh:
Misalkan sebuah perusahaan
mempunyai uang tunai sebesar Rp 15 juta, surat berharga (termasuk deposito)
sebesar Rp 50 juta, piutang usaha Rp 75 juta dan persediaan bahan baku serta
barang yang akan dijual Rp 150 juta, pajak dibayar dimuka Rp 20 juta dan
biaya-biaya yang lain dibayar dimuka Rp 10 juta.
Selanjutnya utang bank
sebesar Rp 35 juta; utang perusahaan pembiayaan Rp 35 juta, utang usaha sebesar
Rp 25 juta, utang pajak Rp 10 juta dan penerimaan atas pendapatan di muka
sebesar Rp 20 juta. Semua informasi yang dimiliki perusahaan untuk periode kurang
dari satu tahun. Sehingga aset lancar perusahaan sebesar Rp 320 juta dan utang
lancar Rp 125 juta. Bila aset lancar dikurangi persediaan maka aset lancar
tidak termasuk persediaan menjadi sebesar Rp 170 juta. Secara jelas kelihatan
bahwa aset lancar lebih besar dari aset lancar tanpa persediaan. Bila ingin
dihitung besar rasio lancar sebesar 2,56 x (Rp 320 juta/Rp 125 juta) dan rasio
tunai sebesar 1,36 x (Rp 170/Rp 125 juta).
Arti dari rasio yang
dihitung tersebut yaitu bahwa aset lancar perusahaan mampu membayar utang
lancar di mana kemampuan aset lancar 2,5 x dari nilai utang lancar yang
dimiliki bisnis usaha tersebut. Bisnis dapat memenuhi kewajiban utang lancar
yang akan jatuh tempo secepatnya melalui aset yang dimiliki dan semua aset
tersebut bisa ditukar ke dalam tunai untuk membayar utang tersebut.
Selanjutnya, rasio lancar lebih memperlihatkan rasio yang lebih sama dengan
rasio lancar karena nilainya masih di atas rasio satu. Bagi mereka yang
memiliki bisnis ini cukup baik dalam mengelola usahanya dan juga tersedianya
dana yang ada untuk membayar utang yang jatuh tempo dalam satu tahun.
Setelah menghitung rasio
likuiditas ini, maka rasio likuiditas ini diperbandingkan dengan bisnis yang
sepadan dengan bisnis yang dioperasikan. Bila rasio bisnis yang dioperasikan
lebih rendah dari bisnis sepadan maka perusahaan yang dioperasikan lebih jelek
dibandingkan dengan perusahaan sepadan. Hal ini juga berarti bisnis sepadan
lebih besar kemampuannya untuk membayar utang yang jatuh secepatnya. Jika rasio
likuiditas bisnis yang dioperasikan lebih besar dari rasio likuiditas bisnis
sepadan maka bisnis yang dioperasikan lebih baik dari bisnis sepadan.
Umumnya pebisnis menyukai
rasio likuiditas ini lebih besar dari rasio likuiditas bisnis sepadan. Bila
pebisnis tidak dapat membandingkan dengan bisnis yang sepadan, tetapi pebisnis
ingin melihat bisninya lebih baik beroperasi dan efisien. Pebisnis bisa
membandingkan dengan industri yang sama dengan bisnis yang dioperasikan, tetapi
bisa tidak sepadan. Keputusan yang dilakukan seperti diuraikan sebelumnya.
Pebisnis juga harus
hati-hati bila rasio likuiditas lebih besar dari rasio bisnis sepadan karena
ada kemungkinan besarnya rasio ini disebabkan besarnya item tertentu sehingga
bisa disebutkan kesalahan dalam mengelola aset lancar maupun utang lancar. Oleh
karenanya, pebisnis perlu berhati-hati mengelola aset lancar dan utang lancar
bisnis yang dioperasikan.
Harian Kompas (dengan judul
yang telah diubah)