Para investor pemula
yang baru mengenal pasar modal biasanya kesulitan menentukan produk apa yang
cocok sebagai sarana investasi mereka. Selain itu, besaran imbal hasil(return) investasi
selalu menjadi pertimbangan utama dalam memilih produk. Pengalaman itu pernah
dihadapi Friderica Widyasari Dewi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia
(BEI), ketika pertama kali berkenalan dengan dunia investasi. Kepada Bareksa,
perempuan yang biasa disapa Kiki ini membagi pengalamannya.
Kisahnya bermula di
tahun 2000 ketika dia berkenalan dengan reksa dana yang ditawarkan salah satu
bank. "Saat itu saya hanya diberi tahu kalau reksa dana itu sama dengan
deposito, tapi memiliki bunga lebih tinggi," Kiki mengisahkan.
Baru setelah sekian
lama berkecimpung di dunia pasar modal, Kiki baru sadar bahwa konsep reksa dana
yang diberitahukan kepadanya itu salah. Soalnya, tidak ada reksa dana yang
dapat memberikan imbal hasil dengan besaran nilai yang telah dipastikan. Saat
pasar modal sedang lesu darah, nilai investasi memiliki resiko menurun.
"Pas kejadian market sedang turun saya juga sempat mengalami
panik seperti kebanyakan orang dan ikut jual," katanya.
Namun, kini setelah
memahami pasar keuangan dengan lebih mendalam, pemegang gelar Master of
Business Administration di bidang keuangan dari California State University of
Fresno, AS, ini justru berpandangan saat pasar modal sedang anjlok adalah waktu
yang bagus untuk berinvestasi. "Malah saya akan membeli kembali, karena
dengan keadaan itu kita diuntungkan dengan membeli produk dengan harga yang
sedang diskon."
Meskipun tidak dapat
membeli saham secara langsung karena statusnya sebagai regulator pasar modal,
Kiki mengakui saat ini dia menanamkan dananya di sejumlah reksa dana. Jenis
reksa dana yang dia miliki ada berbagai macam: reksa dana saham, reksa dana
campuran, dan reksa dana syariah.
Kiki secara sadar
memilih profil investasi yang berisiko tinggi dengan lebih banyak membeli reksa
dana saham. Hal ini didasari keyakinan bahwa investasi adalah untuk tujuan
jangka panjang. "Mungkin nanti hasilnya dapat digunakan untuk sekolah anak
saya ke luar negeri," katanya, seraya menunjukkan foto dia dan suaminya
menggendong seorang anak lelaki yang masih balita.
Disiplin investasi
Mengawali karirnya
di pasar modal sebagai staf Corporate Communication BEI, Kiki
mengungkap kiatnya dalam berinvestasi. Dia mengaku selalu disiplin
mengalokasikan dana investasi setiap bulan dari gajinya untuk secara rutin
membeli reksa dana maupun properti.
Menurutnya,
investasi yang baik harus dilakukan di awal bulan, bukan di akhir setelah gaji
dipakai untuk berbagai keperluan. Jika sisa gaji baru diinvestasikan, hasilnya
cenderung tidak akan maksimal, bahkan mungkin akhirnya tidak sempat diinvestasikan
karena sudah habis terpakai. "Sekitar 25 persen gaji saya secara
auto-debet ditarik untuk dibelikan reksa dana yang menjadi pilihan saya."
Lantas, faktor apa
yang jadi pertimbangan Kiki dalam memilih suatu reksa dana?
Pertimbangan pertama
dia adalah melihat rekam jejak manajer investasinya. Selain itu, reputasi
produknya juga perlu diperhatikan seperti terlihat dari penghargaan yang pernah
didapat produk itu. "Saya memilih reksa dana melihat perusahaan manajemen aset
yang memiliki nama dan sudah dikenal baik track record-nya."
Selain itu, kinerja
masa lampau juga bisa menjadi pertimbangan meskipun tidak selalu mencerminkan
performanya di masa depan. Soal imbal hasil, wanita kelahiran Cepu 28 November
1975 ini tidak terlalu mencemaskannya. "Untuk return, saya sendiri
tidak pernah terlalu sering memperhatikannya, karena investasi itu untuk jangka
panjang," dia menerangkan.
Bagi investor
pemula, Kiki menyarankan untuk membeli reksa dana yang disesuaikan dengan
profil risiko masing-masing. Mereka yang tidak ingin mengambil risiko tinggi
dapat memilih reksa dana pendapatan tetap (fixed-income fund) dan
reksa dana pasar uang. "Namun, seiring berjalannya waktu, saya kira
investor akan lebih tertarik berinvestasi di reksa dana saham yang tentunya
memiliki potensi return yang lebih tinggi."
Kiki mengingatkan
para investor pemula untuk menghindari jenis investasi yang menjebak atau
menipu. Sebaiknya, dia mewanti-wanti, jangan langsung tergiur iming-iming return yang
sangat tinggi atau undian berhadiah yang luar biasa. "Kita harus
menggunakan akal sehat kita bahwa return ataupun hadiah yang
ditawarkan itu berasal dari uang kita juga. Bila sekiranya ada yang
mencurigakan, langsung tanyakan ke regulator apakah produk investasi itu sudah
terdaftar atau belum."
Bareksa.com
Friderica 'Kiki'
Widyasari Dewi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia.